Konsep Dasar Keislaman, Part 3
Islam adalah penyerahan. Muslim adalah orang yang menyerah. Demikianlah salah satu arti kebahasaannya. Penyerahan diri seseorang kepada pihak lain dapat terbatas pada penyerahan fisik. Dua orang petinju, yang salah satunya dijadikan tak berdaya oleh lawannya, atau dijatuhkan di atas ring, jelas sekali dia menyerah karena tak mampu lagi melanjutkan pertarungan. Namun, besar kemungkinan penyerahannya ketika itu hanyalah penyerahan yang bersifat fisik. Dia masih berambisi untuk memperoleh kesempatan bertarung ulang, dan merasa bahwa ia akan mampu mengalahkan lawannya. Demikianlah, fisik saja yang menyerah tapi pikirannya menolak untuk menyerah, lebih-lebih lagi hatinya.
Dalam bidang ide, konon Galileo, ketika disiksa karena pandangannya yang menyatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari dan bahwa matahari menjadi pusat perputaran planet-planet tata surya(pandangan yang ketika itu bertentangan dengan keyakinan gereja) konon saat dia tunduk menyerah mengakui "kesalahannya", dia menulis : "Pengakuanku ini tidak akan menghentikan perputaran bumi dan peredaran planet-planet tata surya.
Apabila kedua contoh di atas diterapkan dalam hal keberagamaan, maka keduanya belumlah cukup untuk menjadikan pelakunya dinamai Muslim/ orang yang menyerah kepada Allah. Karena keislaman dan keimanan menuntut pembenaran hati, pengakuan lidah, serta aktifitas anggota tubuh yang menandai kepatuhan kepada Allah. Atau paling sedikit adalah pengakuan hati jika karena terpaksa harus menampakkan penyerahan fisik. Hal ini diuraikan dalam Qur'an Surat an Nahl [16]: 106, yang berbunyi :
من كفر با لله من بعد إيمانه الا من أكره وقلبه مطمئن بالإيما ن ولكن من شرح بالكفر صدرا فعليهم غضب من الله ولهم عذاب عظيم
Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah keimanannya, kecuali yang dipaksa padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan, akan tetapi orang yamg melapangkan dada dengan kekafiran, maka atas mereka kemurkaan dari Allah dan bagi mereka azab yang besar.
Ayat ini turun berkenaan dengan kasus sahabat Nabi saw, 'Ammar bin Yasirdan kedua orang tuanya, yaitu Summayah dan Yasir. Mereka dipaksa oleh kaum musyrik untuk murtad. Ibu bapaknya menolak sehingga keduanya dibunuh, dan tercatat sebagai dua orang syahid yang pertama dalam sejarah Islam. Sedangkan 'Ammar mengucap kalimat kufur sehingga dibebaskan. Dia kemudian datang menangis dan mengadukan dirinya kepada Rasulullah saw, Rasulullah saw menghapus air matanya sambil bertanya : "Bagaimana sikap hatimu?" 'Ammar menjawab: "Hatiku tenang dalam keimanan." Maka Rasulullah saw, menasehatinya: "Kalau mereka kembali memaksamu, maka ucapkan saja lagi apa yang telah engkau ucapkan itu."
Demikianlah penyerahan fisik tidak selalu berbarengan dengan penyerahan akal dan hati.
Syaikh 'Abdul Halim Mahmud, mantan pemimpin tertinggi / Syaikh al Azhar, dalam bukunya Al-Islam wa al-'Aql (Islam dan Akal) menulis: " Iblis dikecam dan dikutuk Allah bukan saja karena ia enggan bersujud pada saat diperintah." "Apa yang menghalangimu bersujud pada saat engkau Ku perintah" (QS. al-A'raf [7]: 12). Demikian kecaman Allah kepadanya. Ini (tulis almarhum) dipahami dari kata idz/ pada saat, yang digunakan Allah ketika bertanya. Karena itu (lanjutnya) Iblis akan tetap dikecam walaupun seandainya beberapa saat kemudian ia sujud, karena ketika itu ia menangguhkan pelaksanaan perintah Allah, padahal ia mampu melaksanakannya saat ia diperintah. Iblis saat diperintah tidak langsung menerima, tetapi mempertimbangkan apakah perintah-Nya itu akan dilaksanakan atau tidak. Iblis mempertimbangkan apakah perintah itu sesuai atau tidak dengan penalarannya, apakah sejalan dengan keinginannya atau tidak. Penundaan itu (walau seandainya kemudian dilaksanakan) tidak menunjukkan penyerahan diri secara mutlak kepada Allah, padahal keberagamaan adalah istislam (penyerahan diri secara penuh kepada Allah). Agama atau perintah-perintah Allah tidak diturunkan atau ditetapkan-Nya untuk dipertimbangkan oleh manusia sehingga yang dikerjakan dan dipercaya hanya yang sesuai dengan nalar dan yang tidak sesuai ditolak. Tidak! Agama, perintah dan larangan-Nya, ditetapkan untuk dipercaya dan dilaksanakan sebagaimana yang diperintahkan oeh-Nya, baik dipahami maupun tidak.
Namun, alangkah baiknya jika Islamnya seseorang Muslim alah islam hati dan juga akalnya. Allah berfirman dalam QS al Baqarah [2]: 208 yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam islam secara menyeluruh, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.
Maksud ayat ini, anatara lain. adalah menyatukan akal dan hati, jangan berlaku seperti setan yang memisahkan antara hati dan akalnya, serta menyulut peperangan antara perasaan dan pengetahuannya. Pada saat seseorang menyerahkan diri secara fisik, nalar dan jiwanya kepada Allah dan Rasul, maka baru pada saat itu pula ia dinamai Muslim sejati.* wallahu a'lam.
*Diambil dari buku Membumikan Al Qur'an jilid 2, Karya : M. Quraish Shihab hal 24-28
Posting Komentar untuk "Konsep Dasar Keislaman, Part 3"