Warung Kopi
Malam itu, seperti malam-malam hari biasanya saya bersama salah satu teman saya pergi ke warung kopi. Warung kopi menjadi tempat favorit kami untuk melepas penat selama seharian bekerja di kantor, kuliah di kampus atau hanya untuk menghabiskan waktu senggang/libur. Namun ada kalanya teman saya tersebut absen pergi ke warung kopi, imbasnya saya pun tidak jadi pergi kesana. Saya pun mengerti alasannya, akhir bulan. Ya, akhir bulan hampir menjadi musuh semua mahasiswa, istilah yang sering digunakan adalah “kanker”, kantong kering.
Kami mempunyai beberapa warung kopi langganan, ya kami terlebih saya memilih warung kopi sesuai dengan kebutuhan / kepentingan saat itu. Jika ada pertandingan sepak bola, maka kami pun pergi ke warung kopi yang menyediakan TV atau LCD agar bisa menonton pertandingan tersebut. Jika hanya sekedar mengobrol, membaca buku atau mengerjakan tugas akhir (maklum mahasiswa semester akhir, biar terlihat keren dan tidak disebut sebagai mahasiswa abadi), kami pun memilih warung kopi yang sepi yang letaknya tidak dipinggir jalan raya, omah kayu namanya.
Seperti namanya, bangunannya hampir 80% lebih terbuat dari kayu, dan setting tempatnya memang sengaja dibuat untuk ngobrol kelompok-kelompok kecil, ya satu meja terdiri dari 4 sampai 5 kursi. Walaupun sering pergi ke warung kopi saya sangat jarang sekali memesan kopi, maksimal saya hanya memesan kopi susu, atau susu murni. Berbeda dengan teman saya dia selalu memesan kopi hitam atau kopi dampit.
Ya kembali ke malam itu, di saat kami sedang ngopi (ngobrol pintar ; meminjam istilah yang sering digunakan oleh mahasiswa yang banyak menghabiskan waktunya di warung kopi dari pada di kampus), tanpa disadari perut kami pun sama-sama mengeluarkan suara kruk-kruk, yang menandakan sudah saat nya pengisian bahan bakar. Akhirnya kami pun memesan makanan melalui aplikasi pengantaran makanan, selain simple, aplikasi ini menyediakan beberapa promo potongan hampir 50%, walaupun harga yang tertera di aplikasi sudah di mark up atau dinaikkan, tetapi dengan adanya potongan tersebut, harganya lebih murah dari pada kita langsung pergi kesana dan membeli tanpa menggunakan aplikasi.
Setelah pesanan telah diterima oleh pengemudi, tidak lupa saya memberikan pesan standar yang biasanya di tawari oleh aplikasi tersebut bunyinya seperti ini “bapak/ibu pesanan dan alamat pengantara sesuai aplikasi ya”, kemudian pesan tersebut langsung dibalas “baik pak, mohon ditunggu ya”, dan saya pun membalas “baik pak”. Setelah menunggu kurang lebih 15 menit pengemudi yang mengatarkan pesanan kami pun datang membawa beberapa pesanan yang telah kami tunggu-tunggu, tidak lupa saya pun mengucapkan terima kasih kepada pengemudi yang sudah berjasa menolong kami yang sedang kelaparan di malam hari.
“terima kasih pak, pembayarannya pake ov** ya”
“iya mas, sama-sama, jangan lupa bintangnya ya”
“baik paik”
Setelah masuk kembali kewarung kopi, kami pun langsung membuka pesanan dan memakannya, tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan makanan tersebut, kemudian tidak lupa saya memberikan bintang 5 kepada pengemudi tersebut, sebagai tanda terima kasih. Kita harus banyak-banyak bersyukur atas nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Posting Komentar untuk "Warung Kopi"