Rahasia Roti Khong Guan dan Monde Ada Ditangan Bernard
Siapa pelukis dibalik kaleng roti Khong Guan?
Lukisannya di kaleng roti Khong Guan begitu melegenda. Selama puluhan tahun kita disuguhi pertanyaan satu dimana sang ayah sekarang. Tapi, pernah kah anda berpikir dimanakah pelukisnya, tak terpikirkan. Ternyata dia adalah Bernard -panggilan akrab Bernardus Prasojo- maestro pelukis dibalik gambar seorang ibu dan dua anak yang tengah menikmati biskuit. di meja makan. Sapuan dan goresan catnya nampak seperti orang asing. Tapi bukan, dia orang asli Indonesia, produk lukisan Khong Guan asli Indonesia.
Pria kelahiran Solo, 25 Januari 1948 ini, mengaku bahwa dalam dirinya mengalir darah seni turunan ayahnya.
"Ayah saya seorang pelukis, mertua saya juga. Tetapi, entah kenapa anak-anak saya tidak berminat menjadi seorang pelukis," kata Bernard ketika ditemui di RS Mitra Keluarga Kemayoran, Jakarta.
Dia menuturkan kisahnya kepada VIVAnewes, perihal bagaimana dia mendapatkan pesanan untuk melukis gambar merek pangan. Ketika itu dirinya masih bekerja di sebuah perusahaan percetakan, Forinco. Sayang, ia tak bisa mengingat pasti tanggalnya kapan dia mendapatkan tawaran itu. Bernard cuma mengingat nama si pemberi pekerjaan.
"Itu sudah lama sekali, sekitar 40 tahun lalu. Tetapi, saya masih ingat siapa orangnya. Namanya Pak Bambang. Kalau beliau masih hidup, mungkin usianya sudah 80 tahun," kata pria yang hobi melukis sejak kecil ini.
Ia mendapatkan orderan dari perusahaan seperasi film. Salah satunya, perusahaan Khong Guan, ketika itu ia bekerja di Forinco. Dia menambahkan, setelah itu ada pesanan lagi serupa. Kali itu ia melukis untuk satu perusahaan roti dan wafer bernama Nissin. Namun, ia menjelaskan itu bukan murni idenya jadi ia hanya akan mengikuti mau si pembei pekerjaan saja. Jadinya sampai sekarang ia tidak memiliki hak atas lukisan itu secara penuh.
"Saya hanya mengubah sedikit. Misalnya, ini lebih terang dan yang ini kurang," kata Bernard yang kini tinggal di daerah Kalipasir, Cikini.
Ketika menggambar ilutrasi itu, ia mengaku sama sekali tidak mengeluarkan dana. Ia hanya menggunakan peralatan melukis biasa seperti kuas, kertas, dan cat air miliknya. Proses pembuatannya pun tidaklah begitu lama, hanya memakan waktu 3-4 hari. Pertama- tama, dia membuat sketsa lukisan. Langkah selanjutnya barulah melukisnya dengan cat air. Bernard menambahkan bahwa kertasnya harus dibasahi air biar tidak mengerut, dibahasi bagian yang tidak disentuh cat karena disana bisa jadi kerutan.
Bernard tak mau membuka harga lukisan tersebut. "Saya lupa. Yang penting, dari perusahaan itu saya bisa membesarkan tiga orang anak," kata pria beranak tiga. Tidak hanya ilustrasi kedua produk penganan itu saja yang dibuatnya, ternyata ada produk-produk lainnya seperti minuman dan sikat gigi. Mungkin jika menelusuri dari gaya lukisnya, kita bisa menemukan karya Bernard satu per- satu. "Misalnya, Monde, dan produk-produk Hero (Hero Supermarket). Dulu seperti minuman kerasnya, pabrik kaos, dan sikat gigi," ujarnya.
Lambang perusahaan pun tidak luput dari goresan ajaib tangannya. "Dulu saya buat logo Hero, Danamon (PT Bank Danamon Tbk), dan hotel di Jakarta. Saya lupa namanya. Logonya ada gambar robot, dan rumit hingga makan waktu sebulan penggambaran. Saya kira, hotel itu sudah tidak ada lagi. Kalau yang Danamon, tulisan Danamon-nya masih dipakai," kata dia.
Rupanya tidak hanya orang Indonesia yang tertarik akan karyanya. Dia mengatakan ada sekitar tahun 1970- 1980, pernah ada pesanan ilustrasi gambar untuk buku dari Filipina. Waktu itu, dia diminta menggambarkan malaikat berdasarkan permintaan. Dia kala itu hanya diberikan konsep malaikat yang diinginkan pemesan. Tangannya pun menggambarkan malaikat sesuai pesanan.
"Saya juga diminta menggambar dari Italia. Waktu itu, hanya melukis wajah orang untuk buku," kata Bernard yang hanya lulusan SMA.
Dia mengaku sempat mengenyam pendidikan tinggi jurusan seni rupa di sebuah instansi pendidikan di Bandung. Namun sayangnya, pria bercucu tujuh ini tidak menamatkan pendidikannya. Apa yang terjadi, ia mengaku, dulu, di tahun 1970- 1980 komik menjadi sebuah fenomena "wah" dan kesempatan itu tidak dilepaskannya. Dia turut membuat ilustrasi dan komik. Saat itu, dia memilih menjadi seorang freelance. Saking asyiknya menggambar, Bernard pun terpaksa keluar dari kampusnya di Bandung.
"Karena sudah kenal uang, saya jadi keasyikan menggambar. Saya banyak meninggalkan kelas," kata pria yang tidak tamat kuliah jurusan seni rupa ini.
Bernard mengaku telah membuat 4-5 judul komik. Dua di antaranya adalah komik berjudul "Kasih Ibu" dan satu lagi komik yang bercerita tentang kisah seseorang dari Rusia. Sayangnya, dia lupa judul komik yang kedua. Kepada VIVAnews, ia menunjukan bangga salah satu komiknya. Sebuah komik yang tergores tinta berwarna hitam. Masing-masing kotak berisi gambar dan balon kata. Ada beberapa halaman komik tersebut yang sudut atasnya robek.
"Dimakan tikus," kata dia sambil tertawa.
Komik "Kasih Ibu" telah dimuat di sebuah majalah terkenal pada tahun 1970-an, yaitu Aktuil. Majalah ini adalah majalah musik yang terbit perdana pada 8 Juni 1967. Pada 1970-1975, majalah ini menjadi "bacaan wajib" bagi anak muda di Indonesia. Dalam majalah itu, selalu ada dua lembar cerita berjudul "Kasih Ibu". Komik yang total halaman sebanyak 100 halaman ini bercerita tentang seorang anak yang menyayangi ibunya. Ide ceritanya berasal dari pemikirannya sendiri.
Bernard sempat kewalahan menghadapi deadline dari majalah yang terbit mingguan itu. "Mereka itu percaya kepada saya. Saking percayanya, komik belum jadi, mereka langsung beli. Saya juga kewalahan waktu komik belum jadi, padahal majalah hendak terbit," kenang Bernard.
Bagaimana dengan komik lain? Selain mengerjakan komik itu, ia juga sudah menggambar untuk komik lain yang sudah berbentuk buku. "Saya membuat komik lainnya dan sudah jadi buku," kata dia. Bernard dalam sesi wawancara mengatakan bahwa dulu melukis menjadi pekerjaan utamanya, tetapi sekarang tidak. Kini, dirinya aktif sebagai pekerja di Yayasan Prana Indonesia, yaitu tempat pusat pelatihan, penyembuhan, dan meditasi.
Di kantor yang berpusat di Jalan Kalipasir, Pengarengan No. 7, Kebon Sirih, Cikini, Jakarta, dia bekerja sebagai koordinator penyebaran prana metoda Grandmaster Choa Kok Sui di seluruh Indonesia. "Kini, saya bekerja di Yayasan Prana Indonesia," tuturnya. Setelah melihat artikel ini, anda perlu tau bahwa teori tentang keluarga Khong Guan memang ada dasarnya, bahwa pria di kaleng roti Monde memang lah sang ayah dari keluarga Khong Guan, mungkin.
Pria kelahiran Solo, 25 Januari 1948 ini, mengaku bahwa dalam dirinya mengalir darah seni turunan ayahnya.
"Ayah saya seorang pelukis, mertua saya juga. Tetapi, entah kenapa anak-anak saya tidak berminat menjadi seorang pelukis," kata Bernard ketika ditemui di RS Mitra Keluarga Kemayoran, Jakarta.
Dia menuturkan kisahnya kepada VIVAnewes, perihal bagaimana dia mendapatkan pesanan untuk melukis gambar merek pangan. Ketika itu dirinya masih bekerja di sebuah perusahaan percetakan, Forinco. Sayang, ia tak bisa mengingat pasti tanggalnya kapan dia mendapatkan tawaran itu. Bernard cuma mengingat nama si pemberi pekerjaan.
"Itu sudah lama sekali, sekitar 40 tahun lalu. Tetapi, saya masih ingat siapa orangnya. Namanya Pak Bambang. Kalau beliau masih hidup, mungkin usianya sudah 80 tahun," kata pria yang hobi melukis sejak kecil ini.
Ia mendapatkan orderan dari perusahaan seperasi film. Salah satunya, perusahaan Khong Guan, ketika itu ia bekerja di Forinco. Dia menambahkan, setelah itu ada pesanan lagi serupa. Kali itu ia melukis untuk satu perusahaan roti dan wafer bernama Nissin. Namun, ia menjelaskan itu bukan murni idenya jadi ia hanya akan mengikuti mau si pembei pekerjaan saja. Jadinya sampai sekarang ia tidak memiliki hak atas lukisan itu secara penuh.
"Saya hanya mengubah sedikit. Misalnya, ini lebih terang dan yang ini kurang," kata Bernard yang kini tinggal di daerah Kalipasir, Cikini.
Ketika menggambar ilutrasi itu, ia mengaku sama sekali tidak mengeluarkan dana. Ia hanya menggunakan peralatan melukis biasa seperti kuas, kertas, dan cat air miliknya. Proses pembuatannya pun tidaklah begitu lama, hanya memakan waktu 3-4 hari. Pertama- tama, dia membuat sketsa lukisan. Langkah selanjutnya barulah melukisnya dengan cat air. Bernard menambahkan bahwa kertasnya harus dibasahi air biar tidak mengerut, dibahasi bagian yang tidak disentuh cat karena disana bisa jadi kerutan.
Bernard tak mau membuka harga lukisan tersebut. "Saya lupa. Yang penting, dari perusahaan itu saya bisa membesarkan tiga orang anak," kata pria beranak tiga. Tidak hanya ilustrasi kedua produk penganan itu saja yang dibuatnya, ternyata ada produk-produk lainnya seperti minuman dan sikat gigi. Mungkin jika menelusuri dari gaya lukisnya, kita bisa menemukan karya Bernard satu per- satu. "Misalnya, Monde, dan produk-produk Hero (Hero Supermarket). Dulu seperti minuman kerasnya, pabrik kaos, dan sikat gigi," ujarnya.
Lambang perusahaan pun tidak luput dari goresan ajaib tangannya. "Dulu saya buat logo Hero, Danamon (PT Bank Danamon Tbk), dan hotel di Jakarta. Saya lupa namanya. Logonya ada gambar robot, dan rumit hingga makan waktu sebulan penggambaran. Saya kira, hotel itu sudah tidak ada lagi. Kalau yang Danamon, tulisan Danamon-nya masih dipakai," kata dia.
Tidak lulus kuliah
Rupanya tidak hanya orang Indonesia yang tertarik akan karyanya. Dia mengatakan ada sekitar tahun 1970- 1980, pernah ada pesanan ilustrasi gambar untuk buku dari Filipina. Waktu itu, dia diminta menggambarkan malaikat berdasarkan permintaan. Dia kala itu hanya diberikan konsep malaikat yang diinginkan pemesan. Tangannya pun menggambarkan malaikat sesuai pesanan.
"Saya juga diminta menggambar dari Italia. Waktu itu, hanya melukis wajah orang untuk buku," kata Bernard yang hanya lulusan SMA.
Dia mengaku sempat mengenyam pendidikan tinggi jurusan seni rupa di sebuah instansi pendidikan di Bandung. Namun sayangnya, pria bercucu tujuh ini tidak menamatkan pendidikannya. Apa yang terjadi, ia mengaku, dulu, di tahun 1970- 1980 komik menjadi sebuah fenomena "wah" dan kesempatan itu tidak dilepaskannya. Dia turut membuat ilustrasi dan komik. Saat itu, dia memilih menjadi seorang freelance. Saking asyiknya menggambar, Bernard pun terpaksa keluar dari kampusnya di Bandung.
"Karena sudah kenal uang, saya jadi keasyikan menggambar. Saya banyak meninggalkan kelas," kata pria yang tidak tamat kuliah jurusan seni rupa ini.
Bernard mengaku telah membuat 4-5 judul komik. Dua di antaranya adalah komik berjudul "Kasih Ibu" dan satu lagi komik yang bercerita tentang kisah seseorang dari Rusia. Sayangnya, dia lupa judul komik yang kedua. Kepada VIVAnews, ia menunjukan bangga salah satu komiknya. Sebuah komik yang tergores tinta berwarna hitam. Masing-masing kotak berisi gambar dan balon kata. Ada beberapa halaman komik tersebut yang sudut atasnya robek.
"Dimakan tikus," kata dia sambil tertawa.
Komik "Kasih Ibu" telah dimuat di sebuah majalah terkenal pada tahun 1970-an, yaitu Aktuil. Majalah ini adalah majalah musik yang terbit perdana pada 8 Juni 1967. Pada 1970-1975, majalah ini menjadi "bacaan wajib" bagi anak muda di Indonesia. Dalam majalah itu, selalu ada dua lembar cerita berjudul "Kasih Ibu". Komik yang total halaman sebanyak 100 halaman ini bercerita tentang seorang anak yang menyayangi ibunya. Ide ceritanya berasal dari pemikirannya sendiri.
Bernard sempat kewalahan menghadapi deadline dari majalah yang terbit mingguan itu. "Mereka itu percaya kepada saya. Saking percayanya, komik belum jadi, mereka langsung beli. Saya juga kewalahan waktu komik belum jadi, padahal majalah hendak terbit," kenang Bernard.
Bagaimana dengan komik lain? Selain mengerjakan komik itu, ia juga sudah menggambar untuk komik lain yang sudah berbentuk buku. "Saya membuat komik lainnya dan sudah jadi buku," kata dia. Bernard dalam sesi wawancara mengatakan bahwa dulu melukis menjadi pekerjaan utamanya, tetapi sekarang tidak. Kini, dirinya aktif sebagai pekerja di Yayasan Prana Indonesia, yaitu tempat pusat pelatihan, penyembuhan, dan meditasi.
Di kantor yang berpusat di Jalan Kalipasir, Pengarengan No. 7, Kebon Sirih, Cikini, Jakarta, dia bekerja sebagai koordinator penyebaran prana metoda Grandmaster Choa Kok Sui di seluruh Indonesia. "Kini, saya bekerja di Yayasan Prana Indonesia," tuturnya. Setelah melihat artikel ini, anda perlu tau bahwa teori tentang keluarga Khong Guan memang ada dasarnya, bahwa pria di kaleng roti Monde memang lah sang ayah dari keluarga Khong Guan, mungkin.
Posting Komentar untuk "Rahasia Roti Khong Guan dan Monde Ada Ditangan Bernard"