Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kuliner Legandaris Gudeg Mercon Bu Tinah

 
Kuliner apa yang terbayang di lidah anda ketika mendengar kata Yogyakarta. Pastilah manisnya "gudeg" jadi nomor satu yang lidah anda ingat. Tau kah anda ada kuliner benama Gudeg Mercon? Gudeg khas Jogja yang rasanya pedas sedap benar. Dialah Ngatinah, wanita 60 tahun yang masih semangat berjualan. Dia sendiri adalah sang empunya, perancang bisnis gudeg yang ada sejak tahun 1992.

Wanita asal Boyolali yang layak kita beri apresiasi atas dedikasi dan kerja kerasnya. Melalui sebuah lapak yang kecil, tidak terlihat nama besarnya dilebih- lebihkan. Nenek dari tiga cucu ini, ia telah berhasil mengolah gudegnya dengan cita rasa yang berbeda sehingga membuat banyak orang ingin merasakan gudeg buatannya. Pedas sedap dibuat oleh tanganya sendiri hingga sekarang.

Menurut Ngatinah, ia memulai usahanya berjualan gudeg sekitar tahun 1992 -an. Lapaknya sejak dulu tetap di Jalan Kranggan ini, persisnya di ujung Jalan Asem Gede.

"Saya lupa modalnya berapa waktu itu. Seingat saya, dulu modalnya masih sedikit," ujar Ngatinah.

Ngatinah membeli bahan-bahan untuk membuat gudeg seperti nangka muda, telur, dan krecek. Kini, untuk memasak gudeg dagangannya, setiap hari ia sendiri berbelanja krecek 1 kilogram, beras 8 kilogram, nangka muda 10 kilogram, telur ayam 8 kilogram, kerupuk 50 bungkus, tempe 150 potong, ayam 5 ekor, cabai hijau 6 kilogram, dan cabai rawit 6 kilogram.

Semuanya ia kerjakan sendiri di rumahnya di Jalan Jenggotan , Jetis, Yogyakarta. Proses memasaknya, kata dia, memakan waktu hingga empat jam dengan menggunakan tujuh kompor. Setelah semua matang dan siap dijual, semua dagangannya itu dibawa ke lapaknya dengan menggunakan becak. Ia sendiri pergi ke lapak dengan sepeda, ungkapnya.

Selain gudeg ada pula sate usus, sate udang, bakwan dan martabak sebagai makanan pendamping. Ngatinah membuat dua macam gudeg: gudeg rasa gurih dan rasa pedas. Kuah pedas inilah dinamakan si gudeg "mercon." Untuk sambal krecek juga Ngatinah sengaja mencampurnya dengan cabai rawit yang masih utuh, bukan yang diiris.

Selama berjualan lebih dari dua puluh tahun itu, Ngatinah mengaku tidak pernah mengalami kendala berarti selama berjualan, semisal ditertibkan. Ia berjualan setiap hari, mulai pukul 20.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB, hanya ditemani oleh seorang anaknya yang bernama Parni. Namun, tak jarang, Ngatinah akan pulang lebih cepat. Biasanya kalau ramai pembeli, dia bisa tutup warung pada pukul 00.00 WIB. 

"Cuma kalau hujan, dagangan saya sepi," kata nenek tiga cucu yang sudah menetap di Yogyakarta sejak tahun 1984 ini.

Harga sporsi gudeg terdiri dari nasih, gudeg, dan telur dihargai 13 ribu.  Jika lauknya akan ditambah ayam suwir harganya Rp15 ribu, ditambah daging ayam paha atas harganya Rp25 ribu, sedangkan paha bawah harganya Rp30 ribu.

"Makanan pendamping seperti bakwan harganya Rp2 ribu, tempe mendoan Rp1 ribu, dan sate ayam Rp5 ribu," kata dia.

Dengan berjualan gudeg, Ngatinah mengaku bisa mendapatkan sekitar Rp2 juta per hari. Pendapatan itu dia gunakan untuk modal dan kebutuhan sehari-hari. Uangnya menurut dia digunakan sebagai modal dan buat makan. Jika ada lebihnya ia berikan untuk menjajakan cucu- cucunya. Begitulah hidup Ngatinah yang penuh kesederhanaan meski usahany bisa dibilang sukses keras, melegenda.

Gudeg artis


Sebenarnya ia berasal dari Boyolali, Jawa Tengah, namun masyarakat Yogya menyukai gudegnya. Dia jadi satu- satunya pengusaha gudeg peda di sana. Berkat konstitensi rasa gudegnya pun tetap bertahan dan tak berubah sejak dulu begitu ungkap seorang pelanggan asal Palembang. Penggemar gudegnya memang banyak dari penduduk lokal tapi dari beraneka ragam daerah tidak melulu orang Yogya.

Sebut saja mereka dari Jakarta, Lampung, Manado, Korea, Batam, Bogor, Bandung, dan Bali. Sedangkan para turis bule, biasanya jarang yang pesan gudeg pedas.

"Tapi, kalau yang paling pedas itu orang India pernah pesan," kata dia.

Beberapa artis juga pernah membeli gudegnya jelas Bu Tinah. Ia mengaku bahwa anaknya yang ingat nama- nama selebriti itu. Parni pun menyebut nama Julia Perez, Nia Ramadhani, Duta Sheila On 7, Eko Patrio, Doyok, Kotak, ST12, dan banyak lagi pernah datang dan mencicipi gudeg mercon ini.

Tidak hanya berjualan gudeg di trotoar Jalan Kranggan, Gudeg Mercon juga menerima pesanan. Dia mengatakan bahwa gudegnya itu pernah dipesan untuk keperluan acara gereja, piknik, acara pernikahan, dan acara di hotel.

"Tergantung isinya dan besar pesanannya. Kalau makannya besar, ya Rp20 ribu, isinya gudeg, "mercon", krecek, dan paha. Kalau yang kecil itu Rp13-15 ribu. Ada yang Rp30 ribu pakai paha. Ya, tergantung permintaanlah," kata dia.

Apabila tertarik untuk membeli gudeg ini, pembaca bisa berkunjung ke Jalan Kranggan pada malam hari. Hanya memerlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk berjalan kaki ke sana dari arah Tugu Yogyakarta. Patokannya adalah perempatan Jalan Asem Gede, dekat rumah makan "Gudeg Bu Djuminten". Tapi, jangan berharap bisa menemui gudeg ini saat hari Lebaran.

"Kalau Lebaran, saya tidak jualan. Libur sepuluh hari. Lha wong Lebaran setahun sekali, saya, kok disuruh jualan terus," kata dia.

Posting Komentar untuk "Kuliner Legandaris Gudeg Mercon Bu Tinah"